Perwakilan LBH Palangkaraya, Sandi, mengapresiasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS).
Ia memandang Permendikbudristek PPKS merupakan satu jawaban bagi pihaknya yang pada 2019 lalu pernah mengadvokasi kasus pelecehan seksual di Universitas Palangkaraya yang pelakunya merupakan dosen dan menjabat sebagai Kepala Prodi.
“Ini merupakan salah satu jawaban yang patut kita apresiasi,” kata Sandi saat konferensi pers virtual.
Sandi mengatakan pihaknya juga mendukung Permendikbudristek tersebut.
Hal itu karena, kata dia, ada kewajiban terhadap perguruan tinggi untuk melakukan upaya-upaya pencegahan.
“Jadi kita patut mengapresiasi Permendikbudristek ini karena jelas salah satunya di situ ada kewajiban terhadap perguruan tinggi bahwa mereka harus melakukan upaya-upaya pencegahan dan ini sangat kita dukung. Karena ada juga di situ Perguruan Tinggi akan diberi sanksi jika mereka tidak melakukan upaya-upaya pencegahan,” kata Sandi.
Sanksi
Dalam Permendikbudristek PPKS ini juga diatur tentang beberapa sanksi bagi pelaku kekerasan seksual.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengungkapkan sanksi yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan jenis pelanggaran, mulai dari ringan, sedang, hingga berat.
Sanksi ringan akan diberikan teguran tertulis.
Pelakunya wajib membuat penyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.
“Enggak semua perilaku tadi atau bentuk kekerasan seksual tersebut sanksinya sama. Kita ada gradasi sanksi, mulai dari sanksi ringan yaitu formatnya seperti teguran tertulis atau pernyataan permohonan maaf,” kata Nadiem dalam konferensi pers virtual.
Sementara untuk sanksi tingkat sedang adalah pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan atau pengurangan hak mahasiswa.
Sanksi lainnya berupa penundaan mengikuti perkuliahan (skors), hingga pencabutan beasiswa atau pengurangan hak lain.
“Yang terberat tentunya, sanksi administrasi terberat adalah pemberhentian. Pemberhentian sebagai mahasiswa atau pemberhentian sebagai jabatan dosen dan lain-lain,” jelas Nadiem.
Adapun bagi pelaku yang mendapatkan sanksi ringan dan sedang ini wajib mengikuti program-program konseling sebelum direintegrasi ke dalam kampus.
Pembiayaan program konseling juga dibebankan kepada pelaku.
“Dan laporan hasil konseling itu menjadi dasar bagi pimpinan perguruan tinggi untuk menerbitkan surat bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan,” tutur Nadiem.