Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua merupakan salah satu kebijakan yang realistis dan strategis. Kehadirannya terpancang pada dasar UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang memberikan amanat kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan pemekaran di wilayah Papua, baik Provinsi Papua ataupun Provinsi Papua Barat.
Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, terdapat sejumlah hal penting yang perlu mendapat perhatian, diantaranya kondisi geografis, luas daerah (meliputi pantai dan gunung), keterisolasian daerah, kondisi demografi, jumlah penduduk, penyebaran penduduk yang tidak merata, proses pembangunan masyarakat serta kondisi sosial budaya masyarakat.
Merujuk pada kondisi di Papua, bahwa akar utama masalah gangguan keamanan di bumi cenderawasih tersebut adalah masalah ekonomi, masalah kemiskinan dan lain-lain, sehingga pemekaran diharapkan menjadi salah satu upaya untuk mempercepat pembangunan dan mempermudah birokrasi. Rencana pembentukan DOB saat ini tengah menjadi pembicaraan di masyarakat hingga timbul sejumlah reaksi di beberapa kalangan, baik pro maupun kontra.
Sejumlah tokoh adat telah mendeklarasikan dukungan terhadap kebijakan DOB agar segera terealisasi, diantaranya tokoh adat Tabi Ondofolo Yanto Eluay yang menilai bahwa tujuan pemekaran untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Papua, juga untuk Pendidikan dan kemajuan di segala aspek.
Ketua Barisan Merah Putih Kota Jayapura dan Ketua Deparda PPM Provinsi Papua Niko Maury, bahwa pemekaran Provinsi adalah aspirasi masyarakat yang sudah disampaikan sejak sepuluh tahun silam.
Bupati Asmat Elisa Kambu berharap aspirasi soal pembentukan Provinsi Papua Selatan dapat segera direalisasikan pemerintah pusat.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura sekaligus Ketua Forum Masyarakat Tabi Bangkit, Alberth Yoku, menilai tujuan pemekaran untuk mempercepat pembangunan dan mendatangkan kesejahteraan untuk kemajuan di segala aspek, hal tersebut menjadi dasar dukungan.
Ketua Persekutuan Gereja-gereja Papua (PGGP) Papua Pdt. M.P.A. Maury, S.Th menyatakan bahwa dukungan dari masyarakat sangat penting sebab pemerintah sedang berupaya membangun bangsa demi kesejahteraan rakyat, sehingga tidak perlu ada penolakan soal pembentukan otonomi baru.
Kemudian Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Port Numbay George juga menyampaikan bahwa tidak ada alasan penolakan pembentukan DOB sebab akan berdampak bagi kesejahteraan, keadilan, dan pemerataan pembangunan di semua sektor.
Adanya sejumlah dukungan dari tokoh adat dan tokoh agama tersebut bertolak belakang dengan aspirasi penolakan yang disampaikan oleh Ketua I DPR Papua Yunus Wonda kepada Ketua Komite II DPD RI Yoris Raweyai dalam kunjungan kerja di Papua (9/3), dimana hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagi publik. Secara konteks, aspirasi yang disampaikan hanya mendasar pada latar belakang adanya aksi yang dilakukan oleh sejumlah elemen pada unjuk rasa 8 Maret 2022 lalu, sementara adanya serangkaian dukungan yang telah dinyatakan oleh sejumlah tokoh sejak beberapa waktu silam tidak disampaikan sebagai bagian dari aspirasi, dimana secara kualitatif maupun kuantitatif jauh dari aksi yang terjadi sebelumnya.
Terdapat sebuah kesalahpahaman dalam merespon kebijakan yang lahir dari pusat, kemudian didukung oleh sejumlah tokoh adat dan agama setempat, namun justru dimentahkan sendiri oleh tokoh pemerintah daerah yang sebenarnya merupakan kepanjangan dari pemerintah pusat. Penyerahan aspirasi penolakan DOB oleh Yunus Wonda melalui Yoris Raweyai tidak serta merta mewakili keinginan masyarakat Papua secara menyeluruh maupun secara kelembagaan negara.
Jika memang bukan kesalahpahaman, nampaknya terdapat kesengajaan daripada sebuah kepentingan yang tidak objektif terhadap aspirasi masyarakat dalam perihal DOB di Papua. Aspirasi penolakan yang baru saja disampaikan juga bertentangan dengan pernyataannya sendiri sebelumnya dimana pihaknya secara prinsip mendukung pemekaran wilayah Papua sesuai mekanisme aturan perundangan-undangan yang berlaku.
Penulis: Antonius Pemerhati Masalah Papua