nusaraya.online – Sejumlah respon negatif menyeruak pasca disahkannya RUU Pemekaran Provinsi di Papua oleh Baleg DPR. Sebagian dari pihak yang bertentangan mengkhawatirkan bahwa keputusan tersebut tidak akan melibatkan masyarakat Papua sebagai objek kebijakan serta cenderung bersifat top down. Hal tersebut juga didukung oleh kajian beberapa peneliti dan pemerhati persoalan di Papua, bahwa absennya keterlibatan publik, dalam hal ini masyarakat Papua akan berdampak menjadi persoalan di kemudian hari. Salah satunya berkaitan dengan tidak maksimalnya upaya pembangunan di Papua.
Adanya momentum penolakan tersebut ternyata juga menjadi kendaraan bagi pihak oposisi pemerintah untuk menyusup dalam setiap adanya aksi demonstrasi penolakan pemekaran dengan turut memasukkan poin tuntutan sesuai tujuan kepentingannya. Hal ini seperti yang terjadi pada pertengahan Maret lalu, saat terdapat aksi di Yahukimo, terbukti terdapat peran serta dari Ketua KNPB Yahukimo John Sugun yang pada akhirnya menyulut terjadinya penyerangan kepada aparat dan pembakaran sejumlah bangunan, serta menimbulkan korban. Di tempat lain, juru bicara KNPB Boven Digoel Yanuarius Murutop sempat mengeluarkan pernyataan provokatif bahwa pemekaran provinsi merupakan musibah baru bagi orang asli Papua, sementara itu Wakil Ketua KNPB Bali Laos Alua juga menyatakan bahwa pemekaran merupakan keinginan elit politik Jakarta dan beberapa orang Papua yang kalah politik, baik itu bupati, gubernur, dan pejabat lain.
Keterlibatan KNPB dalam sejumlah aksi demonstrasi dan pernyataan provokatif ditengarai merupakan agenda untuk mengorkestrasi sentimen serta opini masyarakat agar condong kepada penolakan kebijakan pemekaran wilayah melalui isu ketimpangan ekonomi dan ketidakpercayaan kepada pemerintah. Sifat aktual isu tersebut dimanfaatkan sedemikian rupa menjadi modal merawat eksistensi serta gejolak masyarakat yang diklaim menjadi representatif atas respon mayoritas masyarakat Papua.
Namun, satu yang tidak boleh lupa dan lengah bahwa KNPB memiliki kepentingan dasar menjadikan isu tersebut sebagai jembatan dan perpanjangan tangan dari isu utama yang diusung yakni upaya pemisahan diri dari Indonesia. Bagaimanapun wujud kebijakan pemerintah Indonesia, pasti akan berada pada pihak yang berseberangan.
Penggodokan RUU Melibatkan Masyarakat Papua
Kekhawatiran sejumlah pihak terkait absennya keterlibatan publik dalam proses RUU pemekaran provinsi Papua sebenarnya telah menemui titik terang. Sejumlah respon bergulir dari beberapa pihak terkait yang telah ditunggu-tunggu pernyataannya.
Ketua DPR, Puan Maharani dalam pernyataannya menyampaikan bahwa penambahan provinsi di Indonesia bagian timur dimaksudkan untuk mempercepat pemerataan pembangunan di Papua dan untuk melayani masyarakat Papua lebih baik lagi. Adanya pemekaran wilayah di Papua juga bertujuan agar ada peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat Papua. Cucu mantan Presiden Soekarno tersebut juga memastikan bahwa beleid soal pemekaran wilayah, nantinya akan tetap diselaraskan dengan Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus), termasuk memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat Papua.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menerangkan bahwa sampai saat ini posisi 3 draft RUU Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua masih sebatas draf awal. Draf bakal beleid tersebut menjadi bahan pembahasan, dan penggodokan RUU dilakukan bersama seluruh pihak terkait, terutama Majelis Rakyat Papua (MRP) dan elemen masyarakat di Papua.
Kritik Merupakan Hal Wajar
Kritik yang bermunculan pasca pengesahan RUU pemekaran wilayah menjadi hal yang wajar dalam pembahasan sebuah rancangan aturan. Segala hal yang menjadi perhatian serta masukan dari publik seyogyanya diterima pemerintah dengan tetap mempertimbangkan dasar aturan yang telah ditetapkan. Hal tersebut selaras dengan catatan dari Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto merespon pengesahan RUU Pemekaran provinsi Papua.
Menurutnya, pemerintah agar senantiasa mencermati dan memperhatikan perkembangan isu aktual berkaitan dengan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Pegunungan Tengah yang terjadi di masyarakat dan mengantisipasi persilangan pendapat sehingga meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)