Perketat Protokol Kesehatan Menghadapi Lonjakan Omicron

by Redaksi

Setelah 1,5 bulan sejak kasus pertama diumumkan pada 16 Desember 2021, kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia telah lebih dari 3.000 kasus. Meskipun mayoritas kasus tanpa gejala dan bergejala ringan, masyarakat diimbau memperketat protokol kesehatan karena varian ini tetap berbahaya bagi kelompok rentan, seperti warga lanjut usia, orang dengan komorbid, dan yang belum divaksin.

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, pengetatan protokol kesehatan (prokes) sangat penting untuk meminimalkan laju penularan Covid-19. Apalagi, pemerintah telah memprediksi puncak penularan terjadi pada akhir Februari hingga Maret 2022.

”Jangan sampai terbuai dengan menganggap Omicron tidak merepotkan. Prokes harus diperketat karena kasus Covid-19 saat ini sangat melonjak,” ujarnya di Jakarta, Kamis (3/2/2022).

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, terdapat penambahan 27.197 kasus baru, Kamis. Jumlah kasus harian itu itu naik lebih dari 100 kali lipat dibandingkan dengan 3 Januari 2022 sejumlah 265 kasus.

Mayoritas kasus berasal dari DKI Jakarta dengan 10.117 kasus, Jawa Barat (7.308 kasus), Banten (4.312), Bali (1.501), dan Jawa Timur (1.394 kasus). Secara keseluruhan, total kasus terkonfirmasi Covid-19 di Tanah Air berjumlah 4,41 juta kasus dengan 115.275 kasus aktif.

Menurut Ede, kenaikan kasus itu seharusnya direspons semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan mengantisipasi penularan lebih luas. ”Kalau diposisikan seperti kejadian tahun lalu (gelombang penularan varian Delta), kondisi dengan lonjakan seperti ini membuat kita sangat kaget,” ucapnya.

IAKMI mengimbau masyarakat untuk kembali memperketat prokes, yaitu dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Selain itu, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. ”Mari menjadi orang yang beradab dengan selalu pakai masker. Ingat, Omicron ini juga bisa merepotkan, terutama jika mempunyai komorbid,” katanya.

Ede juga mengingatkan pentingnya memproteksi lansia dengan meningkatkan cakupan vaksinasi. Hingga Kamis pukul 18.00, dari 21,55 juta sasaran, capaian vaksinasi lansia masih 73,11 persen untuk dosis pertama dan 48,55 persen untuk dosis kedua.

Saat meninjau vaksinasi booster di Kota Depok, Jabar, Kamis, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, gelombang Omicron tidak lebih buruk dari Delta. Tingkat fatalitas dan jumlah yang dirawat di rumah sakit pun lebih rendah.

Akan tetapi, sekitar 60 persen pasien Covid-19 di rumah sakit dengan gejala berat merupakan orang yang belum divaksin. Oleh sebab itu, vaksinasi penguat sangat penting untuk mereduksi peningkatan kasus.

”Tidak usah panik dan khawatir karena tingkat hospitalisasi (keterisian rumah sakit) dan fatalitasnya lebih rendah dari varian Delta. Kalau tanpa gejala dan saturasi masih di atas 95 persen, rawat saja di rumah,” ujarnya.

Tes pembanding

Pelaku perjalanan luar negeri yang dinyatakan positif Covid-19 saat menjalani karantina diperbolehkan melakukan tes pembanding di luar rumah sakit rujukan pemerintah. Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Suharyanto mengatakan, kebijakan ini diambil setelah mendengarkan masukan dari berbagai pihak.

Sebelumnya, pelaku perjalanan luar negeri hanya bisa melakukan tes pembanding di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Rumah Sakit Polri, dan Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSCM). ”Kami sudah sepakat, ketika pelaku perjalanan luar negeri dinyatakan positif (Covid-19), bisa meminta tes pembanding di luar tiga rumah sakit itu,” katanya.

Suharyanto menyebutkan, sejumlah pihak, terutama warga negara asing, tidak puas ketika dinyatakan positif Covid-19 saat karantina. Pelaku perjalanan luar negeri pun bisa melakukan tes pembanding jika tidak puas dengan hasil tes masuk (entry test) di bandara.

Artikel Terkait

Leave a Comment