Tokoh OPM Jeffrey P Bomanak

Surat Terbuka Jeffrey P. Bomanak Kepada Presiden Joe Biden Terkait Masalah Papua dan Dugaan Keterlibatan AS Dukung OPM

by Redaksi
Tokoh OPM Jeffrey P Bomanak

nusaraya.online – Sebuah surat terbuka datang dari pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM), Jeffrey P Bomanak yang ditujukan kepada Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden berkaitan dengan imbauan untuk berperan pro aktif dalam mengakhiri pendudukan dan aneksasi militer yang melanggar hukum di Papua Barat oleh Indonesia. Dokumen setebal 22 halaman tersebut sengaja disampaikan berbarengan dengan isu kedatangan Joe Biden di Ibu kota Papua Nugini, Port Moresby dalam rangka sebuah pertemuan dengan para pemimpin pasifik. Disebutkan bahwa pendudukan illegal telah menyebabkan kegagalan kebijakan luar negeri AS berikutnya dalam melindungi 6 dekade kejahatan terhadap kemanusiaan. Surat yang tertanggal 17 Mei tersebut juga mengutip serangkaian dugaan pelanggaran HAM terhadap pria, Wanita, dan anak-anak Papua oleh pasukan keamanan Indonesia.

Menurutnya, perjanjian New York yang disponsori oleh pemerintah AS pada 15 Agustus 1962 tanpa penyertaan atau representasi dari satu pun orang Papua Barat membuka jalan bagi rumah jagal dan disebut sebagai pintu gerbang neraka. Bomanak menuduh AS bersama dengan Australia dan Selandia Baru telah memperlakukan rakyat Papua Barat sebagai kerusakan tambahan untuk “kenyamanan geopolitik” ketika berhadapan dengan Jakarta. Sayangnya, pemerintah Kristen demokratis yang ia dukung selama bencana hidup dan mati Perang Dunia Kedua, mengabaikan tugas mereka untuk mendukung undang-undang dekolonisasi internasional dan tugas mereka untuk menghentikan barbarisme Indonesia terhadap penduduk asli Papua Barat.

Bomanak lantas menyebut bahwa kasus mutilasi dan pemotongan merupakan spesialisasi pasukan keamanan Indonesia untuk menanamkan teror dan ketakutan pada penduduk desa. Kemudian adanya pembunuhan anak yang menurutnya diperkirakan sekitar 150 ribu orang telah menjadi korban kejahatan kemanusiaan. Menurutnya, kejahatan yang dipaksakan pada Papua Barat untuk politik Perang Dingin dan untuk memuaskan upaya perusahaan pertambangan Amerika Freeport-McMoRan menjadi penerima manfaat dari cadangan mineral spektakuler Papua Barat daripada Belanda, yang akan terjadi jika Papua Barat telah didekolonisasi sesuai dengan hukum internasional dan jika hak rakyat West Papua atas kebebasan dan kedaulatan negara bangsa telah dihormati.

Bomanak juga mengklaim bahwa kebenaran sejarah adalah Papua Barat, bagian barat Pulau New Guinea tidak pernah menjadi bagian dari Indonesia. Proses aneksasi pada 1 Mei 1963, dipaksakan kepada rakyat Papua. Surat Bomanak juga melacak banyak pemimpin politik damai Papua Barat yang telah menjadi korban eksekusi di luar hukum dalam upaya “meneror gerakan kemerdekaan”. Mengakhiri surat terbuka tersebut, Bomanak mengatakan kepada Presiden Biden bahwa jika Ukraina dapat melakukan penyelidikan atas kejahatan terhadap kemanusiaan, maka “setelah enam dekade kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia, orang Papua Barat berhak atas keadilan melalui ukuran akuntabilitas dan proses hukum yang sama.” OPM telah melakukan perlawanan bersenjata terhadap militer Indonesia sejak 1969. Orang Papua Barat berpendapat bahwa mereka harus mendapatkan kembali kemerdekaan dengan alasan bahwa, tidak seperti Indonesia yang mayoritas Muslim, mereka sebagian besar adalah Kristen dan Melanesia dari Pasifik.

Modus Jeffrey P. Bomanak Tarik Perhatian Internasional Melalui Surat Terbuka

Bukan kali ini saja terjadi adu argumen berkaitan posisi Papua dalam hubungannya dengan Indonesia membawa isu pelanggaran HAM untuk menarik perhatian dunia internasional. Menko Polhukam, Mahfud MD dalam sebuah kesempatan menegaskan bahwa Kelompok Separatis Papua terus menerus mengerek isu HAM untuk kemerdekaan, namun justru membunuh warga sipil Papua dengan keji. Mereka telah menyiarkan hoaks ke publik internasional dalam konteks persoalan HAM. Isu yang mereka usung tak sejalan lurus dengan tindakan dan aksi teror yang mereka lakukan di tanah Papua. Tak hanya menyasar aparat keamanan, mereka juga kerap membunuh warga sipil secara kejam dengan berbagai kedok dan alasan yang tak masuk akal.

Satu hal yang menjadi kewaspadaan bersama ialah bias opini yang sering mereka kembangkan, utamanya terhadap dunia internasional. Indonesia sering dikaitkan lakukan pelanggaran HAM melalui aparatnya di Papua, namun sebenarnya yang terjadi sebaliknya. Pernyataan geram juga pernah disampaikan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, bahwa Kelompok Separatis Papua telah melakukan penyerangan terhadap warga sipil dengan kedok memperjuangkan masyarakat Papua. Padahal, mereka hanya bertujuan meraup keuntungan pribadi.

Kelompok Separatis Papua Adalah Musuh Publik

Berangkat dari hal tersebut perlu menjadi penegasan kembali kepada segenap masyarakat Papua secara khusus, masyarakat di wilayah Indonesia manapun maupun di dunia internasional bahwa Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua atau KKB adalah musuh masyarakat. Pemerintah melalui berbagai upaya dan pendekatan bertindak tegas terhadap kelompok yang mengarah pada disintegrasi tersebut.

Pemerintah menerapkan pendekatan kesejahteraan untuk membangun Papua. Pemerintah juga tidak melakukan operasi militer di Papua, melainkan melakukan penindakan tegas untuk menjamin keamanan masyarakat dan menegakkan hukum sesuai perundang-undangan. Untuk diketahui bahwa rentetan tindakan kriminal oleh KST Papua memiliki berbagai ragam motif. Selain balas dendam, tindakan tersebut juga terdorong oleh alasan finansial untuk mendapatkan tebusan atau upaya untuk memperkuat jaringan kelompok mereka dengan membunuh serta merampas senjata dari aparat TNI-Polri.

Dari kejadian dan fenomena-fenomena sebelumnya, tak bisa ditampik terdapat kemungkinan bahwa kelompok separatis tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan politik, misalnya akibat kegagalan dalam kontestasi politik di tingkat lokal ataupun kepentingan ekonomi politik dalam pemanfaatan kekayaan sumber daya alam di bumi cenderawasih.

Lingkaran Setan Surat Terbuka Jeffrey P Bomanak Kepada Presiden AS Terkait Masalah Papua dan Dugaan Keterlibatan Tentara AS dalam Aksi OPM

Kembali lagi kepada surat terbuka tokoh OPM Jeffrey P Bomanak kepada Presiden AS, Joe Biden yang berupaya mengangkat isu pelanggaran HAM dan kegagalan kebijakan luar negeri Amerika Serikat melindungi 6 dekade kejahatan terhadap kemanusiaan. Seperti yang kita tahu bahwa Jeffrey P. Bomanak merupakan salah satu tokoh OPM yang tergolong aktif dalam melemparkan propaganda khususnya di media sosial. Namun berdasar track record, sejumlah narasi yang ia sampaikan kerap bertindak secara subjektif melihat satu sisi lebih berat mengunggulkan kelompoknya sendiri dan menganggap Indonesia sebagai negara kolonial. Termasuk dalam hal ini ketika dirinya ‘mengadu’ kepada Amerika Serikat melalui surat terbuka, padahal di sisi lain ditemukan indikasi yang mengarah pada keterlibatan Amerika Serikat dalam membantu aksi TPNPB OPM.

Sebuah hasil Analisa dari pengamat militer dan pertahanan, Dr. Connie Rahakundini Bakrie menyebut bahwa keberadaan TPNPB OPM tidak berdiri sendiri, namun mendapat bantuan asing yakni DynCorp. Sejumlah Analisa darinya menyebut keterlibatan pihak asing dalam sejumlah penyerangan kepada markas Kopassus di Papua. Pertama, Dyncorp merupakan perusahaan kontraktor militer swasta di Reston Virginia Amerika Serikat yang memiliki unit-unit usaha berkaitan dengan operasi bersenjata. Kedua, terdapat kecurigaan bahwa Erinys yang merupakan organisasi tentara bayaran di Dubai, Uni Emirat Arab, dikenal selalu ikut beroperasi di daerah rawan konflik. Untuk mendapat kepastian tersebut perlu pendalaman lebih lanjut terkait keterlibatannya dalam mendukung TPNPB OPM. Ketiga, terdapat kecurigaan terhadap G4S, sebuah organisasi keamanan global berbasis di London Inggris, diperkuat 620 ribu personal, dan selalu berada di wilayah konflik. Keempat, terdapat kecurigaan pada desertir TNI yang juga dicurigai mendukung aktifitas TPNPB-OPM. Mereka diduga memilih terlibat dalam konflik Papua karena bayaran yang menggiurkan. Di akhir analisanya, Connie menilai bahwa diplomat Indonesia kedodoran karena terdapat keterlibatan tentara asing bayaran yang mendukung TPNPB OPM di Papua. Sudah saatnya di Papua digelar operasi militer untuk membasmi gerakan separatis tersebut.

Maka kemudian jika dikaitkan dengan surat terbuka yang ditulis oleh Jeffrey P. Bomanak dengan segenap kata-kata persuasif demi menarik simpati internasional terkait masalah pelanggaran HAM di Papua. Sementara itu di sisi lain, terdapat indikasi kuat keterlibatan Amerika Serikat dalam mendukung pergerakan TPNPB OPM. Maka sudah sewajarnya untuk juga curiga, bahwa dibalik kejadian-kejadian ini terdapat lingkaran setan yang harus segera diputus agar permasalahan di Papua tidak semakin menahun. Mengapa pasukan TPNPB OPM bergerak begitu aktif ternyata mendapat bantuan dari pihak asing. Menjadi hal yang memprihatinkan ketika situasi ini benar-benar terjadi, masyarakat Papua lah yang sebenarnya menjadi korban. Kita harus benar-benar kritis terhadap situasi permasalahan di Papua bahwa keberadaan kelompok separatis yang dimanfatkan untuk tujuan ekonomi politik dalam lanskip kekayaan di tanah Papua bukanlah hisapan jempol belaka.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)

Artikel Terkait

Leave a Comment